Focuskaltim.id, Penajam – Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3AP2KB Penajam Paser Utara, Hidayah, menyampaikan konsep ambisius terkait penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayahnya.
Ia mengusulkan pembangunan mall pelayanan terpadu, di mana seluruh proses penanganan korban dapat dilakukan di satu tempat, tanpa perlu memindah-mindahkan korban dari satu lokasi ke lokasi lain.
Konsep ini dinilai sangat mendesak untuk direalisasikan, mengingat proses penanganan kasus kekerasan sering kali harus melibatkan banyak pihak, mulai dari kepolisian, rumah sakit, hingga psikolog.
Saat ini, korban, terutama anak-anak dan perempuan, sering harus berpindah-pindah lokasi dalam berbagai tahap penanganan. Hal ini, menurut Hidayah, tidak hanya memperlambat proses, tetapi juga memperberat trauma yang dialami korban.
“Kemudian juga, nanti ada kantor pelayanan kepolisian tersendiri, dimana bukan lagi anak yang kita antar ke Polres, tetapi petugasnya yang ada di mall pelayanan itu. Nanti kita siapkan tempat tertentu untuk buat BAP seperti itu,” jelas Hidayah mengenai mekanisme yang direncanakan dalam mall pelayanan tersebut.
Dengan adanya konsep ini, setiap tahapan, seperti pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), hingga visum, bisa dilakukan di satu gedung.
Konsep ini akan melibatkan tenaga kepolisian yang ditempatkan di mall pelayanan, sehingga korban tidak perlu lagi dibawa ke Polres untuk membuat BAP. Ruang khusus akan disediakan untuk setiap tahapan, termasuk ruang visum, yang memungkinkan dokter datang langsung ke mall pelayanan tersebut.
“Dengan begitu, anak atau perempuan yang menjadi korban itu merasa nyaman, tidak merasa dipindah-pindahkan,” tambahnya.
Hal ini sangat penting, terutama bagi korban yang sedang dalam kondisi trauma berat. Memindahkan korban dari satu tempat ke tempat lain hanya akan memperparah trauma dan memperlambat proses pemulihan mereka.
Menurut Hidayah, korban kekerasan, terutama anak-anak, membutuhkan ruang yang nyaman dan aman selama proses hukum berlangsung. Mereka harus merasa dilindungi, dan dengan adanya mall pelayanan ini, diharapkan korban dapat menghadapi proses hukum tanpa perasaan takut atau khawatir.
“Pasalnya, korban yang dalam masa trauma itu beradaptasi itu perlu kemampuan, perlu kekuatan yang luar biasa. Apalagi yang kita tangani ini kan korban,” tegas Hidayah.
“Nanti pada saat sudah BAP, ada lagi ruangan tertentu untuk visum, jadi dokternya yang datang ke ruangan itu, jadi ga perlu lagi korban di bawah umur antri di RS,” sambung Hidayah mengenai konsep tersebut.
Ia mencontohkan pengalaman di mana korban harus menjalani pemeriksaan di ruang kandungan, yang membuat orang-orang di sekitar mulai bertanya-tanya. “Ini menurut pengalaman ya, korban di bawa datang ke ruangan kandungan pasti orang bertanya-tanya ini penyakit apa, ‘ko ada anak kecil masuk ke situ’. Kalau orang berpikir sempit ya, tetapi kalau berpikir ini pasti ada korban,” ungkapnya. (*)