Focuskaltim.id, Penajam -Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) tengah mempercepat proses transformasi Posyandu menjadi Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD). Dalam proses ini, perhatian khusus diberikan pada para kader Posyandu yang selama ini menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam bidang kesehatan.
Transformasi ini akan memperluas peran dan tanggung jawab para kader Posyandu, yang kini tidak hanya berfokus pada pelayanan kesehatan, tetapi juga pada bidang lain seperti pendidikan, sanitasi, dan sosial.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) PPU, Tita Deritayati, menyatakan bahwa pemerintah memahami pentingnya memberikan insentif yang layak kepada para kader.
Saat ini, insentif yang diterima oleh para kader hanya terbatas pada pelayanan kesehatan, padahal dengan bertambahnya peran dalam LKD, tanggung jawab mereka akan semakin besar. Insentif ini diharapkan bisa memberikan apresiasi dan motivasi yang lebih kepada para kader yang telah bekerja keras untuk melayani masyarakat.
“Kami memahami sekali ada beberapa keluhan, utamanya kelurahan yang tidak memiliki anggaran dan memikirkan beban sarana dan prasarannya,” ujar Tita.
Ia menambahkan bahwa kondisi ini menjadi perhatian utama pemerintah, mengingat kader-kader posyandu merupakan ujung tombak dalam pelayanan masyarakat di desa-desa.
Saat ini, pembahasan mengenai insentif bagi para kader masih berlangsung. Proses ini melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapelitbang) serta Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) untuk memastikan perencanaan dan anggaran yang tepat.
Pembahasan ini juga diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang akan menjadi landasan bagi pemberian insentif di masa depan. Insentif ini diharapkan dapat dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, tetapi tetap memberikan apresiasi yang pantas bagi para kader.
Menurut Tita, pemerintah juga tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi di lapangan. Pemerintah menyadari bahwa banyak kelurahan dan desa yang menghadapi keterbatasan sarana dan prasarana dalam melaksanakan program Posyandu. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam menghadapi beban kerja yang semakin besar setelah transformasi Posyandu menjadi LKD.
“Jadi nanti ketika kita ada bahas bersama terkait itu dan mengetahui kondisi-kondisi yang dihadapi, kita bisa mengevaluasi. Padahal, mereka kan garda terdepan untuk bicara layanan ke masyarakat, kan kader-kader ini,” lanjutnya.
Kader Posyandu sendiri selama ini kerap dianggap sebagai kelompok yang memiliki waktu luang atau “orang yang tidak ada kerjaan,” padahal mereka bekerja keras dengan prasarana yang sangat terbatas. Kondisi ini membuat pemerintah daerah merasa perlu memberikan dukungan lebih kepada para kader, baik dari segi fasilitas maupun insentif.
“Kader-kader posyandu ini kan imagenya orang yang enggak ada kerjaan, kasian kan mereka bekerja keras dengan prasarana yang terbatas,” pungkas Tita dengan nada prihatin. (Adv)