Focuskaltim.id, Penajam – Di tengah semangat membangun budaya literasi yang inklusif, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) menempuh pendekatan yang tidak hanya mengandalkan koleksi, tetapi juga mengedepankan mobilitas, kurasi, dan strategi distribusi konten. Gagasan dasarnya sederhana: minat baca tidak lahir di ruang kosong. Ia butuh bahan bacaan yang relevan dan beragam.
“Bicara minat baca juga, kenapa orang berminat membaca? Karena ada keragaman topik. Setiap perpustakaan, apalagi taman bacaan di desa, mungkin punya keterbatasan,” kata Aswar Bakri, Sekretaris Dispusip PPU, saat berbincang soal strategi literasi di daerah yang kini menjadi bagian penting dari kawasan penyangga Ibu Kota Nusantara.
Kesadaran akan keterbatasan akses dan variasi koleksi di tingkat desa mendorong Dispusip PPU untuk mengaktifkan sistem yang jarang terdengar di luar lingkup perpustakaan: silang layang. Ini adalah metode pertukaran koleksi buku antarpustaka yang dilakukan secara periodik.
“Jadi ada namanya sistem silang layang, secara periodik—misalnya sebulan—koleksi bukunya itu kita perbarui, nanti sebulan dikembalikan lalu kita isi dengan topik lain,” jelas Aswar.
Tujuannya adalah menjaga kesegaran dan keberagaman bahan bacaan di taman-taman baca atau unit perpustakaan desa yang cenderung terbatas baik dari segi anggaran maupun daya jangkau. Dengan sistem ini, warga desa tak lagi harus berkutat dengan koleksi yang itu-itu saja. Mereka bisa mengakses buku-buku baru, lintas topik, yang dipilih berdasarkan kebutuhan atau profil pembaca setempat.
Langkah ini dipadukan dengan inisiatif perpustakaan keliling (pusling) yang selama ini aktif menyambangi sekolah-sekolah dasar hingga ke pelosok kecamatan. Pusling bukan hanya menjadi “mobil penuh buku”, tapi juga simbol kehadiran negara di ruang-ruang literasi yang sebelumnya sepi.
“Perpustakaan keliling itu secara berkala mengunjungi sekolah-sekolah yang ada di seluruh wilayah daerah kita. Dan sejauh evaluasinya, memang anak-anak kita tertarik untuk mendatangi pusling itu. Artinya, mereka tertarik dengan buku-buku yang dibawa,” tutur Aswar.
Menariknya, buku yang dibawa dalam tiap kunjungan tidak sembarangan. Kurasi disesuaikan dengan jenjang pendidikan, kebutuhan pembelajaran, serta tingkat daya tangkap anak-anak di masing-masing wilayah. Buku cerita anak, sains populer, ensiklopedia mini, hingga komik edukatif menjadi jenis koleksi yang paling banyak diburu.
“Kalau di perpustakaan sendiri, kita punya ribuan koleksi buku. Buku-buku yang dibawa ketika pusling disesuaikan dengan sekolah yang dikunjungi,” ujarnya.
Selain strategi fisik, Dispusip juga mulai merintis pendekatan digital. Perpustakaan digital diperkenalkan sebagai alternatif untuk kalangan muda dan pelajar menengah ke atas, yang cenderung lebih akrab dengan gawai. Meskipun belum sepenuhnya merata dari sisi infrastruktur internet dan literasi digital, langkah ini menjadi sinyal bahwa PPU tidak ingin tertinggal dalam transformasi teknologi informasi.
“Upaya-upaya seperti itu yang sedang kami laksanakan dan akan terus kami upayakan. Sekarang ini juga mulai berbentuk digital—perpustakaan digital,” kata Aswar. (Adv/Diskominfo)