Focuskaltim.id, Penajam – Di tengah geliat sektor pariwisata yang mulai bangkit di Penajam Paser Utara (PPU), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) justru menghadapi tantangan mendasar dalam pengelolaan kawasan wisata.
Hingga saat ini, hampir seluruh destinasi unggulan di PPU masih berdiri di atas lahan milik perorangan atau komunitas, bukan aset resmi milik pemerintah daerah. Akibatnya, ruang gerak Disbudpar untuk melakukan pengembangan fisik dan penataan jangka panjang menjadi sangat terbatas.
“Harapannya sih, mungkin supaya lebih maksimal untuk pengelolaan tempat wisata itu,” ujar Kabid Pariwisata dan Pemasaran Disbudpar PPU, Juzlizar Rakhman, mewakili Kepala Disbudpar PPU, Andi Israwati Latief, belum lama ini.
Minimnya kepemilikan aset membuat intervensi anggaran pemerintah daerah hanya bisa dilakukan dalam skala terbatas. Tanpa kepemilikan lahan yang sah, Disbudpar tak bisa membangun fasilitas permanen, tak bisa mengajukan anggaran pembangunan jangka panjang, dan kesulitan menyusun program promosi yang konsisten karena khawatir terganjal persoalan legalitas.
“Disbudpar PPU belum ada asetnya, belum ada aset tanah yang kita kelola,” lanjut Juzlizar.
Saat ini, dari seluruh destinasi yang ada di wilayah PPU—termasuk Pantai Tanjung Jumlai, Pantai Nipah-nipah, Goa Tapak Raja, dan Istana Amal—hanya satu kawasan yang dikelola langsung oleh Disbudpar: Ecowisata Mangrove Penajam.
Itu pun bukan karena lahan tersebut dihibahkan secara resmi, melainkan karena kawasan itu secara hukum telah menjadi milik negara, seiring statusnya sebagai kawasan konservasi pesisir dan berada di sempadan pantai.
“Yang kita kelola baru Ecowisata Mangrove. Itu pun karena sudah bukan menjadi hak milik warga, karena di satu sisi dia sudah berada di kawasan mangrove dan sangat dekat dengan bibir pantai, yang akhirnya menjadi milik negara, harusnya,” jelasnya.
Ecowisata Mangrove menjadi satu-satunya model pengelolaan yang bisa dijalankan Disbudpar secara struktural, mulai dari perencanaan atraksi, penataan ruang publik, hingga pemberdayaan masyarakat sekitar.
Di lokasi inilah Disbudpar bisa sepenuhnya menerapkan standar kebersihan, pelayanan wisata, dan promosi jangka menengah hingga panjang. Tapi, sayangnya, skala dan daya tampung kawasan ini sangat terbatas bila dibandingkan dengan destinasi lain yang lebih populer. (Adv/Diskominfo)