Focuskaltim.id, Penajam – Produksi ikan tangkap di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) memang terbilang stabil. Namun di balik capaian itu, para nelayan masih bergelut dengan tantangan struktural: panjangnya rantai distribusi yang membuat harga jual tak berpihak kepada mereka.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) PPU, Lomo Sabani, menyoroti bahwa sebagian besar hasil tangkapan nelayan tidak langsung masuk ke pasar konsumen, melainkan melalui perantara dagang yang memotong nilai jual.
“Selain itu, nelayan ini kan enggak langsung menjualnya ke pasar, ada rantai dagang,” ujar Lomo, baru-baru ini.
Ia menjelaskan, harga ikan yang diterima nelayan bisa terpaut jauh dibandingkan harga di pasar. Selisih nilai jual bisa mencapai puluhan ribu rupiah per kilogram.
“Ketika dari nelayan dengan harga sekian, sampai di pasar hanya sampai 30–40 ribu (per kilogram),” katanya.
Lomo menilai, kondisi ini menciptakan dilema. Di satu sisi, nelayan tidak memperoleh margin yang layak dari hasil tangkapannya. Namun di sisi lain, rantai distribusi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem perdagangan perikanan. Hal itu juga dipengaruhi belum adanya regulasi yang mengatur alur distribusi dari nelayan hingga penjual.
“Kita mau bilang itu kendala karena kasihan nelayan, tetapi sebenarnya itu termasuk bagian dari rantai perdagangan karena ada pelaku-pelaku usaha lain yang terlibat,” ujarnya.
Fenomena ini mencerminkan tantangan struktural dalam sektor perikanan tangkap. Meskipun pasokan ikan di PPU relatif melimpah, sistem distribusi yang belum efisien membuat kesejahteraan nelayan belum sepenuhnya meningkat.
DKP PPU pun didorong untuk mencari solusi alternatif yang bisa menyeimbangkan sistem perdagangan—menciptakan ekosistem pasar yang lebih adil bagi nelayan, tanpa meniadakan keberadaan pelaku usaha lain dalam rantai suplai. (Adv/Diskominfo)