Focuskaltim.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Teranyar, lembaga antirasuah menjadwalkan pemeriksaan mantan anggota DPR Miryam S. Haryani.
Miryam awalnya dijadwalkan untuk diperiksa, Jumat (9/8/2024). Penyidik berencana memeriksa Miryam sebagai tersangka di kasus e-KTP. Namun, anggota DPR periode 2009—2014 itu berhalangan hadir. Dia akan diperiksa oleh penyidik pada pekan depan.
“Saksi berhalangan hadir namun mengonfirmasi penyidik untuk dijadwal ulang pada hari Selasa (13/8/2024),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, dikutip pada Sabtu (10/8/2024).
Untuk diketahui, Miryam dijatuhi hukuman pidana penjara selama lima tahun karena memberikan kesaksian palsu di persidangan kasus e-KTP. Dia lalu ditetapkan tersangka lantaran juga diduga menerima aliran dana pada pengembangan kasus tersebut.
Selain Miryam, KPK menetapkan tersangka lain yaitu Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.
annos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan Husni selaku ketua panitia lelang dan Isnu serta pihak-pihak vendor. Pertemuan di sebuah ruko di Jakarta Selatan ini digelar jauh sebelum proyek ini dilakukan.
Pertemuan-pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dari 10 bulan itu menghasilkan beberapa output di antaranya adalah Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Tak hanya itu, Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen. Kini, Tannos masih berstatus buron dan diduga mengganti identitasnya sekaligus memiliki dua kewarganegaraan.
Sementara itu, Miryam diduga memiliki peran yakni ketika pada medio 2011, meminta US$100.000 kepada Dirjen Dukcapil saat itu, Irman, untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. Permintaan uang dilakukan setelah RDP antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri dan dipenuhi Irman melalui perantara Miryam.
Tak hanya itu, Miryam juga meminta uang dengan kode “uang jajan” kepada Irman. Permintaan uang tersebut mengatasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses.
Sepanjang tahun 2011—2012, Miryam diduga juga menerima fee beberapa kali dari Irman dan Sugiharto.
Dalam putusan hakim atas terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto, Miryam juga diduga diperkaya US$1,2 juta terkait proyek ini.
Sumber: Bisnis