Focuskaltim.id, Penajam – Fenomena pernikahan anak di bawah umur kembali jadi sorotan di Penajam Paser Utara (PPU). Data terbaru dari Pengadilan Agama (PA) menunjukkan, sepanjang 2024 hingga awal Desember, ada 27 permohonan dispensasi nikah yang diajukan, dengan 25 di antaranya dikabulkan. Meski peningkatan dibanding tahun lalu tergolong kecil, tren ini memicu kekhawatiran mendalam akan dampaknya terhadap masa depan generasi muda.
Panitera PA PPU, Muhammad Hamdi, mengungkap penyebab utama meningkatnya pernikahan dini. Faktor seperti hamil di luar nikah dan putus sekolah mendominasi latar belakang permohonan tersebut.
“Pergaulan bebas masih jadi momok besar. Orang tua seharusnya lebih peka dan terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka,” ujar Hamdi tegas, Senin (09/12/2024).
Namun, yang menarik perhatian adalah proses di balik pengabulan dispensasi nikah ini. Hamdi memastikan, pihaknya tidak asal memberi izin. Ada sesi edukasi intensif kepada calon mempelai dan orang tua untuk menimbang risiko besar menikah di usia muda, dari masalah mental hingga kesiapan finansial.
“Banyak yang tidak memahami dampak jangka panjangnya. Tanpa mental yang matang, risiko kekerasan rumah tangga meningkat. Itu realitasnya,” jelas Hamdi.
Meski terkesan hanya menangani formalitas hukum, PA PPU sejatinya tengah berhadapan dengan persoalan sosial yang lebih besar. Dari 27 kasus yang diajukan tahun ini, sebagian besar disebabkan kehamilan sebelum menikah. Fenomena ini bukan hanya cerminan pergaulan bebas, tetapi juga kegagalan pendidikan keluarga dan sekolah dalam memberikan pemahaman mendalam soal kesehatan reproduksi dan batasan moral.
“Seharusnya orang tua tidak hanya fokus pada kebutuhan materi anak, tapi juga memantau interaksi dan pergaulan mereka. Jangan sampai terlambat,” tambah Hamdi.
Di balik setiap pengabulan dispensasi nikah, ada kekhawatiran besar. Banyak pasangan yang menikah muda berakhir pada perceraian atau menghadapi kekerasan dalam rumah tangga. Alasannya sederhana, mereka tidak siap menghadapi kompleksitas hidup berumah tangga.
Alih-alih menyelesaikan masalah, menikah muda justru kerap memicu masalah baru. Pendidikan yang terhenti, beban ekonomi, hingga ketidaksiapan mental menjadi bom waktu bagi pasangan muda ini.
Hamdi menegaskan, peran orang tua sangat krusial dalam memutus mata rantai fenomena ini. Edukasi soal kesehatan reproduksi, komunikasi yang terbuka, hingga pemantauan aktivitas anak harus diperkuat. Jangan hanya hadir di saat dispensasi diajukan di pengadilan.
“Ini bukan hanya tanggung jawab lembaga hukum atau sekolah. Orang tua adalah garda terdepan. Kalau mereka abai, kita hanya akan terus memadamkan api tanpa mengatasi sumbernya,” pungkasnya. (Zac)