Focuskaltim.id, Balikpapan – Di Balikpapan, sekelompok kaum muda merayakan Hari Perempuan Internasional (IWD). Mereka tidak hanya merayakan, tetapi juga membuka ruang diskusi yang mendalam tentang isu-isu relevan dan mendesak, dengan judul “Melawan Kekerasan Simbolik dan Menggalang Peran Perempuan dalam Perjuangan”.
Kegiatan ini, yang merupakan bagian dari perayaan IWD, mendapat dukungan dari berbagai organisasi, seperti Savrinadeya Support Grup, Sandyakala Zine, DPC Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) Kota Balikpapan, dan Lintas Komunal, serta dukungan individu yang peduli terhadap isu-isu tersebut.
Diskusi tersebut menjadi forum bagi masyarakat dari latar belakang yang beragam untuk menyuarakan pemikiran mereka. Salah satu yang berbicara adalah perwakilan dari organisasi yang mendampingi korban kekerasan seksual dan masalah kesehatan mental, yaitu Savrinadeya Support Grup, Nelly.
Nelly menjelaskan bahwa kekerasan simbolik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sering diabaikan oleh masyarakat. Dia memberikan contoh bagaimana tugas-tugas domestik dapat memperkuat peran ganda perempuan, yang pada akhirnya menciptakan persepsi yang merugikan dan mendukung perilaku yang tidak patut.
“Hal ini juga menjadi jawaban mengapa kebanyakan korban kekerasan adalah perempuan,” paparnya.
Menurut Nelly, membangun ruang aman yang sejati bukan hanya tentang mendirikan rumah aman sebagai simbol, tetapi juga tentang menciptakan perspektif yang merata dan mendorong tindakan yang adil di antara semua individu.
Namun, dia menyoroti bahwa banyak korban di rumah aman masih terpapar dengan kekerasan, menyoroti kelemahan dalam pendekatan yang sebelumnya dianggap sebagai solusi.
Di sisi lain, Tari, seorang perwakilan dari organisasi kaum muda sosialis, Lintas Komunal, menegaskan bahwa IWD bukan sekadar perayaan, tetapi juga peringatan akan perlawanan perempuan terhadap segala bentuk ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
Baginya, ruang aman yang dibahas dalam diskusi bukan hanya tempat untuk berbagi cerita, tetapi juga panggung untuk perjuangan nyata.
“Dorongan terhadap ruang aman harus mendorong aksi nyata, sehingga kesadaran yang diperoleh benar-benar mendorong perjuangan hak-hak perempuan,” katanya.
Tari juga menyoroti bahwa cerita-cerita dalam ruang aman seharusnya tidak hanya digunakan untuk memperkuat narasi diskriminasi terhadap korban, melainkan harus menjadi dasar perjuangan.
Dalam konteks ini, ia menekankan pentingnya mengubah narasi menjadi tindakan nyata yang dapat membawa perubahan sosial yang signifikan.
Melalui diskusi yang mendalam dan reflektif ini, kaum muda di Balikpapan telah membuka ruang untuk mengembangkan pemikiran dan tindakan konstruktif dalam perjuangan melawan kekerasan simbolik dan ketidaksetaraan gender.
Bahkan, anggota DPC Gerkatin Balikpapan yang tunarungu juga berpartisipasi dengan menyampaikan pandangan dan pengalaman mereka terhadap kekerasan simbolik.
Gerakan semacam ini menegaskan bahwa peringatan IWD bukanlah sekadar upacara seremonial, tetapi juga panggilan untuk bertindak nyata demi mencapai kesetaraan dan keadilan bagi semua. (*)