Focuskaltim.id, Penajam – Ratusan tenaga harian lepas (THL) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Senin (3/2/2025). Ratusan THL dari berbagai instansi pemerintahan tersebut mulai berorasi di depan kantor dewan sejak pukul 9 pagi.
Sejumlah tuntutan disampaikan, diantaranya pengangkatan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu menjadi penuh waktu. Sebelumnya, pemerintah daerah berencana mengakomodir tenaga honorer yang tidak lulus PPPK menjadi pegawai paruh waktu.
Juru Bicara Aliansi Honorer Adi, menyatakan bahwa tenaga honorer dari berbagai sektor, termasuk tenaga teknis, perawat, dan guru, ingin mendapatkan kepastian status kepegawaian mereka.
“Kami sudah bertahun-tahun mengabdi untuk negara, tetapi masih tanpa kepastian status. Kami ingin diakui dan diangkat menjadi PPPK penuh waktu, bukan paruh waktu,” tegas Adi.
Menurutnya, status pegawai paruh waktu dinilai merugikan para tenaga honorer. Terlebih, masa kerja di lingkup pemerintahan rata-rata diatas 10 tahun.
Hal yang sama juga disampaikan peserta aksi lainnya, Musafir. Dia menyatakan pemerintah daerah bersama DPRD harus mengoptimalkan anggaran guna memastikan pengangkatan tenaga honorer sebagai PPPK penuh waktu.
“Kami meminta semua tenaga honorer diangkat menjadi PPPK penuh waktu, sesuai dengan amanat Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023,” jelas Musafir.
Selain itu, Ia juga menyoroti hasil seleksi PPPK tahap pertama yang dinilai belum memberikan prioritas bagi tenaga honorer yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun.
“Jika anggaran dioptimalkan, seharusnya seluruh tenaga honorer bisa mendapatkan kepastian status sebagai PPPK penuh waktu. Kami akan terus menyuarakan tuntutan ini hingga ada solusi yang adil bagi honorer di PPU,” tandasnya.
Sementara itu, Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Aini usai pertemuan dengan perwakilan honorer dan anggota DPRD menyatakan pengangkatan tenaga honor menjadi PPPK full time terbentur regulasi dari pemerintah pusat. Terlebih hal itu menyangkut kebutuhan anggaran untuk gaji pegawai.
“Kita memang kembalikan dengan kemampuan keuangan daerah. Karena belanja pegawai itu kan maksimal 30 persen (dari APBD), tidak boleh lebih. Kalau tidak ada sanksi,” terang Aini.
Namun, kendala keuangan daerah, lanjut Aini dapat ditutupi dengan mengoptimalkan potensi pendapatan asli daerah (PAD), maupun bantuan pemerintah pusat.
“Intinya memang kita harus meningkatkan pendapatan supaya pendapatan kita naik. Termasuk lobi-lobi ke pusat agar bisa menambah anggaran,” katanya.
Meski demikian, dia menegaskan aspirasi ribuan THL se-PPU bakal disampaikan ke pemerintah pusat. (Zac)