Focuskaltim.id, Penajam – Penerbitan akta kematian di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) kini tak bisa lagi dilakukan sembarangan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) memperketat syarat administratif setelah menemukan sejumlah kasus pemalsuan, termasuk kasus ekstrem di mana akta kematian sudah diterbitkan, tetapi orang yang bersangkutan ternyata masih hidup.
“Kalau syarat akta kematian ini kan intinya cuma satu, yang terpenting ada surat keterangan kematian dari desa atau kelurahan. Itu sudah bisa kami proses,” kata Kepala Disdukcapil PPU, Waluyo.
Selama ini, proses penerbitan akta kematian relatif sederhana. Warga hanya diminta membawa surat keterangan kematian dari rumah sakit atau aparat desa/kelurahan, dan Disdukcapil akan memproses permohonan tersebut. Namun, praktik lapangan menunjukkan bahwa kesederhanaan prosedur justru menjadi celah bagi oknum yang ingin memanipulasi data demi kepentingan tertentu.
“Cuma memang, kami sekarang sedang sangat hati-hati, karena memang banyak juga akhir-akhir ini ada masyarakat yang memalsukan,” ujar Waluyo.
Dugaan pemalsuan itu bukan sekadar isu. Waluyo mengakui bahwa sepanjang masa jabatannya, ia menemukan sedikitnya tiga kasus yang memaksa pihaknya harus melakukan evaluasi prosedur. Dalam kasus-kasus tersebut, akta kematian telah terbit secara sah, tetapi kemudian terbukti bahwa individu yang dilaporkan meninggal ternyata masih hidup.
“Makanya sekarang, terkait akta kematian, kami juga tidak sembarangan. Harus ada surat pernyataan dari desanya, karena selama saya di sini, ada menemukan 1–3 kasus, itu sudah diterbitkan akta kematiannya, ternyata orangnya masih hidup,” jelasnya.
Peristiwa seperti ini tak hanya merusak integritas data kependudukan, tetapi juga bisa memicu persoalan hukum yang serius. Akta kematian yang palsu dapat digunakan untuk mengklaim hak waris, memanipulasi daftar pemilih, hingga mengakses bantuan sosial secara tidak sah. Dalam konteks itulah, Waluyo dan timnya merasa perlu menambahkan lapisan verifikasi tambahan.
Kini, Disdukcapil tidak hanya mensyaratkan surat keterangan dari desa atau kelurahan, tetapi juga mewajibkan adanya surat pernyataan bermaterai dari pihak pelapor atau kepala desa/lurah yang mengesahkan kebenaran informasi kematian tersebut.
“Namun, setelah ada kejadian (pemalsuan) itu, kami menambah satu persyaratan lagi, yaitu pernyataan dari yang mengurus atau dari kepala desa dan lurah yang ada materainya,” kata Waluyo.
Langkah ini diambil bukan untuk mempersulit warga, melainkan untuk melindungi hak semua pihak dan menjaga akurasi data kependudukan. Waluyo menggarisbawahi bahwa pihaknya tetap akan memproses permohonan dengan cepat jika semua dokumen terpenuhi.
“Kalau Disdukcapil ini kan intinya persyaratan lengkap, yah kita proses. Karena di situ ada surat keterangan kematian dari desa dan kelurahan,” ujarnya lagi. (Adv/Diskominfo)