Focuskaltim.id, Penajam – Di antara deretan kampung yang tengah berlomba menata diri sebagai destinasi wisata di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kampung Inggris hadir dengan kekhasannya sendiri.
Tak memiliki garis pantai atau gua eksotis, kampung ini justru tampil menonjol dengan pendekatan berbasis edukasi, kreativitas, dan semangat kolektif yang digerakkan seluruhnya oleh perempuan.
“Walaupun mereka Pokdarwis-nya perempuan semua, itu enggak menghalangi mereka untuk lebih kreatif dibanding yang lain,” ujar Kabid Pariwisata dan Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) PPU, Juzlizar Rakhman, mewakili Kepala Disbudpar, Andi Israwati Latief.
Pokdarwis Kampung Inggris memang jadi satu-satunya kelompok sadar wisata di PPU yang seluruh anggotanya perempuan. Tapi alih-alih menjadi keterbatasan, formasi ini justru jadi kekuatan.
Mereka membangun identitas baru di tengah geliat pariwisata lokal yang kerap didominasi oleh tema alam dan wahana atraktif. Kampung Inggris menyodorkan sesuatu yang lebih mendalam: wisata edukatif dan alternatif berbasis keterampilan serta budaya lokal.
“Justru mereka lebih kreatif. Kebetulan yang membina dari teman-teman Ekraf,” lanjut Juzlizar.
Pendampingan dari pelaku ekonomi kreatif (ekraf) lokal telah mendorong kelompok ini menggali potensi yang selama ini tersembunyi. Dari kerajinan tangan, kuliner herbal, hingga rencana pengembangan spot foto dan ruang bersantai—semua dijalankan dengan inisiatif mandiri dan partisipatif.
Salah satu produk unggulan yang mereka kembangkan adalah jamu tradisional, yang tak hanya menjadi konsumsi lokal, tetapi disiapkan sebagai produk edukasi dan pengalaman wisata.
Produk-produk seperti ini bukan sekadar jualan, tapi bagian dari narasi besar yang ingin ditawarkan Pokdarwis Kampung Inggris: sebuah pengalaman yang menyentuh sisi pengetahuan, kearifan lokal, dan keterlibatan pengunjung secara aktif. Wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati, tetapi diajak untuk memahami dan ikut serta dalam proses yang terjadi di masyarakat.
Disbudpar melihat bahwa sumber daya manusia di kampung ini menjadi aset paling bernilai. Kekuatan mereka terletak pada kemampuan mengolah ide sederhana menjadi tawaran wisata yang relevan dengan tren pasca-pandemi: kembali ke alam, ke tradisi, ke sesuatu yang otentik.
“Bisa dikatakan sumber dayanya ada di sana untuk menjadi daya tarik pada sektor pariwisata edukasi alternatif,” kata Juzlizar. (Adv/Diskominfo)